Keanekaragaman Plankton Di
Krueng Meureudu Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya
Oleh : Radhiati
Pembimbing : Dr.
Abdullah, M.Si dan Dra. Asiah MD, M.P
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Jurusan Biologi Unsyiah
ABSTRAK
Penelitian tentang “Keanekaragaman Plankton di Krueng Meureudu Kecamatan
Meureudu Kabupaten Pidie Jaya” telah dilakukan pada tanggal 23 Juni sampai
dengan 13 Juli 2009. Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis dan indeks
keanekaragaman plankton serta tingkat pencemaran
di Krueng Meureudu. Metode penelitian adalah metode survei dengan teknik purposive
random sampling. Lokasi pengambilan sampel
dibagi menjadi 3 stasiun, dan pada masing-masing stasiun terdapat 2 titik
pengamatan (bagian pinggir dan bagian tengah). Parameter
yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu plankton di Krueng
Meureudu. Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 97 jenis plankton
dari seluruh stasiun dengan total individu jenis sebanyak 1022. Indeks
keanekaragaman plankton pada stasiun I sebanyak 3,172, stasiun II sebanyak
3,185, dan stasiun III sebanyak 2,487. Simpulan dari hasil penelitian adalah
indeks keanekaragaman plankton di Krueng Meureudu memiliki dua kategori yaitu
kategori tinggi (H>3) pada stasiun I dan II, serta kategori sedang (1<H<3)
pada stasiun III, sedangkan kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman
tersebut termasuk kategori tidak tercemar (pada stasiun I dan II) dan tercemar
sedang (pada stasiun III).
Kata kunci: keanekaragaman, plankton, Krueng Meureudu, pencemaran.
Research
on "Plankton Diversity in Krueng Meureudu Meureudu Pidie Jaya
district" has been carried out on June 23 until July 13, 2009. This study
aims to determine the types and plankton diversity index and the level of
pollution in Krueng Meureudu. The research method is a survey method with
purposive random sampling technique. Sampling sites were divided into 3
stations, and at each station there are two observation points (the edges and
the center). The parameters measured were the number of species and number of
individual plankton in Krueng Meureudu. The results were obtained as many as 97
species of plankton around the station for a total of as many as 1022
individual species. Plankton diversity index at station I as much as 3,172, as
many as 3,185 stations II, and III as many as 2,487 stations. The conclusions
of the research is the diversity index of plankton in Krueng Meureudu has two
categories, high (H> 3) at station I and II, as well as the medium category
(1 <H <3) on third station, while the water quality based on the
diversity indices including category is not contaminated (at station I and II)
and the contaminated medium (at station III).
Keywords: diversity, plankton, Krueng Meureudu, pollution
Keywords: diversity, plankton, Krueng Meureudu, pollution
PENDAHULUAN
Ekosistem perairan, baik perairan sungai,
danau, maupun perairan pesisir dan laut, merupakan kesatuan dari komponen
abiotik dan biotik yang berhubungan satu sama lain dan saling berhubungan
membentuk suatu struktur fungsional. Pemanfaatan sumber alam akan menyebabkan
terjadinya perubahan suatu ekosistem, bahkan pada akhirnya juga akan mengubah
komunitas organisme yang ada. Menurut Walker (1981), organisme yang dapat
dijadikan sebagai indikator biologi pada perairan tercemar adalah organisme
yang dapat memberikan respons terhadap sedikit banyak bahan pencemar dan
meningkatkan populasi organisme tersebut. Organisme yang berperan penting
sebagai indikator suatu perairan salah satunya adalah plankton. Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang
di perairan, mempunyai gerak sedikit sehingga mudah terbawa arus, artinya biota
ini tidak dapat melawan arus. Plankton
ada yang dapat bergerak aktif seperti
hewan dan disebut plankton hewan (zooplankton), dan ada yang dapat
berfotosintesis seperti tumbuhan yang disebut plankton nabati (phytoplankton).
Berdasarkan habitatnya plankton dapat ditemui hidup di sungai, danau, waduk,
maupun di perairan payau dan laut (Fachrul, 2007:89).
Komunitas plankton di daerah sungai
memiliki jenis yang beragam baik dari fitoplankton maupun zooplankton. Seperti
halnya Sungai (krueng)Meureudu yang
membatasi Kecamatan Meureudu dengan Meurah Dua. Sungai ini memiliki luas
406,8 km2, panjang 33 km, lebar 60 m, anak sungai 31 buah, dan
kelerengan 0,0149o (Anonymous, 2008). Krueng Meureudu ini
dimanfaatkan oleh masyarakat disekitarnya untuk berbagai keperluan, seperti
mandi, cuci, dan kakus (MCK). Sungai ini juga digunakan sebagai tempat
pembuangan limbah, baik limbah domestik, maupun limbah non domestik.
Aktifitas yang dilakukan masyarakat di sepanjang badan
sungai Meureudu baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
kehidupan biota-biota perairan khususnya plankton di sungai tersebut. Data dan
informasi tentang keanekaragaman plankton di Krueng Meureudu belum di
deskripsikan secara lengkap. Padahal informasi ini sangat dibutuhkan sebagai
data awal tentang penelitian plankton, serta dapat dijadikan sebagai media
penunjang pembelajaran Biologi. Oleh sebab itu maka peneliti ingin meneliti
tentang “Keanekaragaman Plankton di Krueng Meureudu Kecamatan Meureudu
Kabupaten Pidie Jaya”.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis dan indeks keanekaragaman plankton yang terdapat di
Krueng Meureudu, serta untuk mengetahui tingkat pencemaran Sungai Meureudu dengan
menggunakan Bioindikator plankton.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Juni
sampai dengan 13 Juli 2009. Tempat penelitian yaitu di Krueng Meureudu,
Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya.
Untuk pengidentifikasian, sampel yang
telah di dapat diidentifikasi di laboratorium FKIP Biologi Universitas Syiah
Kuala. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring
plankton (plankton net), water sampler 1,5 L atau ember plastik volume 15 L,
botol film/ botol sampel, thermometer air raksa, salinometer, hygrometer, secci
dish, stopwatch, pH meter, botol plastik, tali dan meteran, pipet tetes atau
jarum suntik, alat tulis, kertas label, kamera digital, buku identifikasi,
mikroskop binokuler, kaca benda dan kaca penutup, lugol, alkohol 70% atau
formalin 4%, dan aquadest.
Penelitian ini menggunakan metode survei
dengan teknik purposive random sampling, sampel
yang diambil dibagi menjadi 3 stasiun, yaitu:
- Stasiun I : bagian tengah I yaitu di irigasi Leubok. Disekitar stasiun masih banyak terdapat pohon, dan jarang ditemukan kawasan pertanian. Sehingga dimungkinkan keadaan sungai belum tercemar.
- Stasiun II : bagian tengah II yaitu di Desa Manyang Lancok. Penentuan stasiun ini disebabkan di sekitar sungai terdapat sawah, ladang, dan rumah-rumah penduduk, sehingga sisa-sisa pestisida, sabun dan deterjen bekas cucian bebas mengalir ke dalam sungai. Diduga kondisi ini akan mencemari sungai tersebut.
- Stasiun III : bagian muara yakni di sekitar Jembatan Keude Meureudu. Disekitar stasiun ini banyak terdapat perumahan, pasar dan kapal-kapal yang berlabuh. Diduga sisa-sisa pembuangan dari pasar, oli dan bahan bakar kapal dapat mencemari sungai serta dapat mengganggu keanekaragaman plankton.
Pada masing-masing stasiun tersebut
ditentukan 2 titik pengamatan (tengah dan pinggir). Populasi penelitian ini
adalah semua jenis plankton yang ada di lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 waktu yaitu pada pagi
hari yaitu pukul 08.00-10.00 WIB, siang hari yaitu pukul 12.00-14.00 WIB, dan
sore hari yaitu pukul 16.00-18.00 WIB, hal ini berdasarkan pada intensitas
cahaya, pengaruh angin, deras aliran, ketinggian air, dan aktifitas yang
dilakukan dalam waktu-waktu tersebut.
Teknik Pengumpulan dan Pengawetan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan
dengan dua cara, jika pada perairan dalam maka penyaringan air sebanyak 100
liter dari lokasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan water sampler
10 liter, jika perairan dangkal maka penyaringan dapat dilakukan dengan
menggunakan ember ukuran 15 liter dan dilakukan sebanyak 7 kali pengulangan.
Air yang terkumpul lalu disaring dengan plankton net yang dibawahnya diletakkan
botol penampung sampel (botol film) yang bervolume 20-25 mL. Selanjutnya ke
dalam botol yang telah berisi sampel diawetkan dengan memberikan lugol 1 tetes
dan formalin 4% sebanyak 2 tetes dan diberi label. Pada label dituliskan nama
lokasi, nomor stasiun, waktu dan tanggal pengambilan.
Teknik Pengamatan dan Penghitungan Sampel
Teknik pengamatan dan penghitungan sampel ini meliputi pengamatan sampel dibawah mikroskop dan
pengidentifikasian. Cara kerjanya yaitu:
Sampel yang hendak diamati
dikocok lebih dahulu sampai rata semua, lalu diambil sebanyak 1 mL dengan
menggunakan pipet tetes/jarum suntik. Selanjutnya diteteskan pada kaca benda
sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan kaca
penutup, kemudian diamati dengan mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan metode
zigzag menggunakan 3 garis pandang (dari 9 bidang pandang) yakni dengan
mengamati bagian atas, tengah dan bawah. Jenis-jenis yang di dapat lalu di foto
dan di identifikasi dengan menggunakan buku Davis (1951), Romimohtarto (2005),
dan buku lainnya, dicatat jumlah individu plankton tersebut. Dalam satu sampel
diambil 1 mL dan dilakukan pengamatan sebanyak 5 kali ulangan.
Parameter penelitiannya adalah jumlah
jenis plankton di Krueng Meureudu. Parameter pendukung lainnya adalah
salinitas, kejernihan (kecerahan), suhu air, keasaman, kelembaban udara,
kecepatan arus, kedalaman air, dan sumber pencemar.
Data yang didapat lalu dianalisis dengan rumus indeks keanekaragaman
Shannon-Weaver (H), yaitu: H= -∑ Pi loge Pi (Molles, 2002:376). Dengan kriteria: H<1= indeks
keanekaragaman rendah (air tercemar berat), 1H3= indeks keanekaragaman sedang (air tercemar sedang), dan H>3=
indeks keanekaragaman tinggi (air tidak tercemar) (Fachrul,
2007:109).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan pada sampel dari perairan Krueng Meureudu, maka ditemukan sebanyak 97
jenis plankton dari 6 kelas, yaitu Chlorophyta (ganggang hijau), Flagellata
dengan subkelas Euglenophyta, Cyanophyta (ganggang hijau biru), Chrysophyta
(ganggang keemasan) dan subkelas Bacillariophyta (ganggang kersik/batang),
serta beberapa jenis dari kelas Arthropoda dan Rhizopoda (Tabel 1). Kebanyakan
jenis plankton yang diperoleh adalah jenis fitoplankton yaitu dari kelas
Chlorophyta, ini menandakan bahwa fitoplankton merupakan jenis plankton yang
sangat diperlukan di suatu perairan. Seperti yang dijelaskan oleh Anonymous
(2009), bahwa “Fitoplankton mempunyai fungsi penting di suatu perairan, karena
bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan sendiri bahan organik makanannya.
Selain itu, fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk
menghasilkan bahan organik karena mengandung klorofil”.
Tabel 1. Jumlah dan Jenis Plankton Pada Seluruh
Stasiun di Perairan Krueng Meureudu
No.
|
Nama Spesies
|
Ordo
|
Stasiun
I
|
StasiunII
|
StasiunIII
|
Jumlah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
1
|
Enteromorpha prolifera
|
Ulvales
|
8
|
26
|
40
|
74
|
2
|
Mesotaenium aplanosporum
|
Heterococcales
|
8
|
2
|
2
|
12
|
3
|
Monallantus brevycylindrus
|
Zygnematales
|
33
|
59
|
54
|
146
|
4
|
Gonatozygon kinahani
|
Zygnematales
|
3
|
3
|
1
|
7
|
5
|
Chlorogibba trocisciaeformis
|
Heterococcales
|
30
|
57
|
82
|
169
|
6
|
Difflugia bacillifera
|
Testacealobosa
|
1
|
-
|
-
|
1
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
7
|
Cryptodifflugia compresa
|
Testacealobosa
|
1
|
1
|
1
|
3
|
8
|
Brebissonia boeckii
|
Bacillariales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
9
|
Cladophora glomerata
|
Cladophorales
|
4
|
4
|
8
|
16
|
10
|
Tolypella glomerata
|
Charales
|
2
|
3
|
4
|
9
|
11
|
Myrmecia aquatica
|
Chlorococcales
|
17
|
13
|
3
|
33
|
12
|
Pleurotaenium ehrenbergii
|
Zygnematales
|
10
|
21
|
33
|
64
|
13
|
Hemidinium nasutum
|
Peridiniales
|
1
|
2
|
1
|
4
|
14
|
Hypnodinium sphaericum
|
Dinocapsales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
15
|
Nebella collaris
|
Testacealobosa
|
2
|
-
|
-
|
2
|
16
|
Gloeocystis gigas
|
Tetrasporales
|
2
|
1
|
-
|
3
|
17
|
Trochiscia pachyderma
|
Chlorococcales
|
1
|
-
|
1
|
2
|
18
|
Peranema trychoporum
|
Euglenales
|
1
|
15
|
2
|
19
|
19
|
Prasiola mexicana
|
Schizogoniales
|
3
|
3
|
3
|
9
|
20
|
Navicula radiosa
|
Bacillariales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
21
|
Closteriopsis longissima
|
Chlorococcales
|
4
|
11
|
32
|
47
|
22
|
Nebella militaris
|
Tetacealobosa
|
2
|
-
|
-
|
2
|
23
|
Euglenopsis vorax
|
Euglenales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
24
|
Pinnularia viridis
|
Bacillariales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
25
|
Trachychloron biconicum
|
Heterococcales
|
5
|
8
|
26
|
39
|
26
|
Rhabdomonas incurva
|
Euglenales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
27
|
Pedinopera granulosa
|
Volvocales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
28
|
Chlorallanthus oblongus
|
Heterococcales
|
25
|
9
|
21
|
55
|
29
|
Anisonema ovale
|
Euglenales
|
6
|
1
|
-
|
7
|
30
|
Dinema griseolum
|
Euglenales
|
16
|
-
|
-
|
16
|
31
|
Monostroma quaternarium
|
Ulvales
|
1
|
2
|
2
|
5
|
32
|
Anomoeoneis sphaeroplea
|
Bacillariales
|
2
|
-
|
-
|
2
|
33
|
Arachnochloris minor
|
Heterococcales
|
5
|
2
|
12
|
19
|
34
|
Pleurogaster lunaris
|
Heterococcales
|
3
|
9
|
16
|
28
|
35
|
Ceratoneis arcus
|
Bacillariales
|
4
|
-
|
-
|
4
|
36
|
Dermatophyton radians
|
Ulotrichales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
37
|
Sphaeroplea annulina
|
Sphaeropleales
|
1
|
2
|
2
|
5
|
38
|
Desmidium grevillii
|
Zygnematales
|
1
|
2
|
-
|
3
|
39
|
Spirogyra varians
|
Zygnematales
|
1
|
3
|
1
|
5
|
40
|
Fragilaria capucina
|
Bacillariales
|
1
|
1
|
2
|
4
|
41
|
Rizoclonium hieroglyphicum
|
Cladophorales
|
7
|
6
|
17
|
30
|
42
|
Drapalnaldiopsis alpina
|
Ulotrichales
|
1
|
2
|
-
|
3
|
43
|
Cymatopleura solea
|
Bacillariales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
44
|
Cylindrocapsa geminella
|
Ulotrichales
|
1
|
3
|
-
|
4
|
45
|
Pleurotaenium trochiscum
|
Zygnematales
|
-
|
22
|
23
|
45
|
46
|
Roya anglica
|
Zygnematales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
47
|
Sirogonium sticticum
|
Zygnematales
|
1
|
1
|
-
|
2
|
48
|
Microspora amoena
|
Ulotrichales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
49
|
Cocconeis placentula
|
Bacillariales
|
1
|
1
|
-
|
2
|
50
|
Pediastrum tetras
|
Chlorococcales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
51
|
Lesquerensia modesta
|
Testacealobosa
|
1
|
-
|
-
|
1
|
52
|
Pleurococcus naegelii
|
Oedogoniales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
53
|
Chrysamoeba radians
|
Rhizochrisidales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
54
|
Chrysopyxis bipes
|
Rhizochrisidales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
55
|
Botrydiopsis arhiza
|
Heterococcales
|
1
|
-
|
-
|
1
|
56
|
Basicladia chelonum
|
Cladophorales
|
1
|
11
|
7
|
19
|
57
|
Gomphonema parvulum
|
Bacillariales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
58
|
Chlorococcum humicola
|
Chlorococcales
|
-
|
3
|
3
|
6
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
59
|
Micrasterias radiata
|
Zygnematales
|
-
|
3
|
-
|
3
|
60
|
Microthamnion strictissimum
|
Cladophorales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
61
|
Phaeothamnion confervicola
|
Chrysotrichales
|
-
|
4
|
2
|
6
|
62
|
Uronema elongatum
|
Ulotricales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
63
|
Chrysidiastrum catenatum
|
Rhizochrysidales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
64
|
Gloeotanium loitlesbergianum
|
Chlorococcales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
65
|
Pandorina morum
|
Chlorococcales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
66
|
Siderocelis ornatus
|
Volvocales
|
-
|
2
|
-
|
2
|
67
|
Leuvenia natans
|
Heterococcales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
68
|
Skadovskiella sphagnicola
|
Chrysomonadales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
69
|
Zygnema insigne
|
Zygnematales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
70
|
Epichrysis paludosa
|
Chrysosphaerales
|
-
|
3
|
1
|
4
|
71
|
Kyliniella latvica
|
Bangiales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
72
|
Nostoc linckia
|
Nostocales
|
-
|
3
|
-
|
3
|
73
|
Bulbochaete varians
|
Oedogoniales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
74
|
Actinastrum gracillimum
|
Chlorococcales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
75
|
Chaetophora incrassata
|
Ulotrichales
|
-
|
2
|
-
|
2
|
76
|
Spirotaenia condensata
|
Zygnematales
|
-
|
6
|
3
|
9
|
77
|
Caloneis amphisbane
|
Bacillariales
|
-
|
2
|
-
|
2
|
78
|
Denticula thermalis
|
Bacillariales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
79
|
Pseudolvella americana
|
Ulotrichales
|
-
|
3
|
2
|
5
|
80
|
Lemanea annulata
|
Ulotrichales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
81
|
Binuclearia tatrana
|
Ulotrichales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
82
|
Tabellaria fenestrata
|
Bacillariales
|
-
|
1
|
-
|
1
|
83
|
Bumilleriopsis breve
|
Heterococcales
|
-
|
-
|
8
|
8
|
84
|
Nostochopsis lobatus
|
Nostocales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
85
|
Chlorosarcina minor
|
Tetrasporales
|
-
|
-
|
2
|
2
|
86
|
Coleochaete scutata
|
Ulotrichales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
87
|
Phaeoplaca thallosa
|
Chrysocapsales
|
-
|
-
|
2
|
2
|
88
|
Chrysapsis sagene
|
Chrysomonodales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
89
|
Characiopsis longipes
|
Heterococcales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
90
|
Campsopogon cauruleus
|
Bangiales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
91
|
Quadrigula closteriodes
|
Tetrasporales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
92
|
Polyedriopsis spinulosa
|
Tetrasporales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
93
|
Oophila amblystomatis
|
Chlorococcales
|
-
|
-
|
6
|
6
|
94
|
Protococcus viridis
|
Ulotrichales
|
-
|
-
|
1
|
1
|
95
|
Schroederia setigera
|
Chlorococcales
|
-
|
-
|
2
|
2
|
96
|
Chaos diffluens
|
Amoebaeae
|
-
|
1
|
-
|
1
|
97
|
Cyclops sp.
|
Cyclopoida
|
-
|
-
|
1
|
1
|
|
Jumlah
|
|
233
|
353
|
436
|
1022
|
(Sumber: Data penelitian primer 2009)
Jenis
yang paling sering ditemukan pada ketiga stasiun adalah jenis fitoplankton dari
kelas Chlorophyta, yaitu Chlorogibba trocisciaeformis, Monallantus
brevycylindrus, Enteromorpha prolifera, Pleurotaenium ehrenbergii, dan Chlorallanthus
oblongus, selain jenis-jenis dari kelas lain (termasuk zooplankton) dalam
jumlah yang sedikit. Dari kelima jenis tersebut, yang paling banyak ditemukan
adalah jenis Chlorogibba trocisciaeformis dan paling tinggi ditemukan
pada stasiun III yang berada di muara, hal ini disebabkan karena plankton jenis
ini mampu bertahan di semua tempat dan ini dibuktikan dengan keadaan faktor
fisik, biologi dan kimia dari perairan tersebut (Tabel 2).
Tabel 2. Faktor
Fisik-Kimia Perairan Krueng Meureudu (Kejernihan, Suhu Air, Kelembaban Udara,
Salinitas, pH, Kecepatan Arus, dan Kedalaman Air).
No.
|
Parameter yang diukur
|
Stasiun I
|
Stasiun II
|
Stasiun III
|
||||||
Pagi
(09.00-10.00)
|
Siang
(12.00-14.00)
|
Sore
(16.00-18.00)
|
Pagi
(09.00-10.00)
|
Siang
(12.00-14.00)
|
Sore
(16.00-18.00)
|
Pagi
(09.00-10.00)
|
Siang
(12.00-14.00)
|
Sore
(16.00-18.00)
|
||
1
|
Kejernihan (cm)
|
31
|
23
|
17
|
30
|
40
|
42
|
135
|
135
|
60
|
2
|
Suhu air ( 0C)
|
25
|
29
|
28
|
25
|
29
|
28
|
28
|
30
|
29
|
3
|
Kelembaban udara (oC)
|
0,5
|
4
|
5
|
2
|
3
|
5
|
3
|
6
|
4,5
|
4
|
Salinitas (o/oo)
|
30
|
30
|
30
|
50
|
50
|
50
|
80
|
80
|
80
|
5
|
pH
|
8,3
|
8,3
|
8,3
|
8,2
|
8,2
|
8,2
|
7,9
|
7,9
|
8,0
|
6
|
Kecepatan arus (m)
|
16
|
20
|
24
|
15
|
20
|
22
|
2
|
9
|
4
|
7
|
Kedalaman air (cm)
|
51
|
30
|
25
|
55
|
53
|
50
|
212
|
156
|
115
|
(Sumber: Data penelitian primer 2009)
Sedangkan untuk indeks keanekaragaman
plankton di perairan Krueng Meureudu pada seluruh stasiun dapat dilihat pada Tabel
3. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pada stasiun I dan stasiun II
memiliki tingkat keanekaragaman sebanyak 3,172 dan 3,185, maka berdasarkan
kriteria indeks keanekaragaman nilai tersebut termasuk ke dalam kategori
keanekaragaman tinggi dan menandakan kriteria kualitas air bersih. Sedangkan
pada stasiun III indeks keanekaragamannya sebanyak 2,487 maka termasuk dalam
kategori keanekaragaman sedang dan kualitas air tercemar sedang.
|
|
Indeks keanekaragaman
|
|||
No.
|
Nama Spesies
|
Stasiun I
|
Stasiun II
|
Stasiun III
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
1
|
Enteromorpha prolifera
|
-0,115
|
-0,193
|
-0,020
|
|
2
|
Mesotaenium aplanosporum
|
-0,277
|
-0,031
|
-0,026
|
|
3
|
Monallantus brevycylindrus
|
-0,115
|
-0,299
|
-0,259
|
|
4
|
Gonatozygon kinahani
|
-0,056
|
-0,039
|
-0,012
|
|
5
|
Chlorogibba trocisciaeformis
|
-0,264
|
-0,294
|
|
|
6
|
Difflugia bacillifera
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
7
|
Cryptodifflugia compresa
|
-0,022
|
-0,017
|
-0,012
|
|
8
|
Brebissonia boeckii
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
9
|
Cladophora glomerata
|
-0,069
|
-0,017
|
-0,072
|
|
10
|
Tolypella glomerata
|
-0,042
|
-0,039
|
-0,042
|
|
11
|
Myrmecia aquatica
|
-0,191
|
-0,122
|
-0,035
|
|
12
|
Pleurotaenium ehrenbergii
|
-0,135
|
-0,167
|
-0,196
|
|
13
|
Hemidinium nasutum
|
-0,022
|
-0,031
|
-0,012
|
|
14
|
Hypnodinium sphaericum
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
15
|
Nebella collaris
|
-0,042
|
-
|
-
|
|
16
|
Gloeocystis gigas
|
-0,042
|
-
|
-
|
|
17
|
Trochiscia pachyderma
|
-0,022
|
-
|
-0,012
|
|
18
|
Peranema trychoporum
|
-0,042
|
-0,133
|
-0,026
|
|
19
|
Prasiola mexicana
|
-0,056
|
-0,039
|
-0,035
|
|
20
|
Navicula radiosa
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
21
|
Closteriopsis longissima
|
-0,069
|
-0,108
|
-0,193
|
|
22
|
Nebella militaris
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
23
|
Euglenopsis vorax
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
24
|
Pinnularia viridis
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
25
|
Trachychloron biconicum
|
-0,081
|
-0,087
|
-0,169
|
|
26
|
Rhabdomonas incurva
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
27
|
Pedinopera granulosa
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
28
|
Chlorallanthus oblongus
|
-0,239
|
-0,092
|
-0,146
|
|
29
|
Anisonema ovale
|
-0,095
|
-0,017
|
-
|
|
30
|
Dinema griseolum
|
-0,185
|
-
|
-
|
|
31
|
Monostroma quaternarium
|
-0,022
|
-0,031
|
-0,026
|
|
32
|
Anomoeoneis sphaeroplea
|
-0,042
|
-
|
-
|
|
33
|
Arachnochloris minor
|
-0,081
|
-0,031
|
-0,100
|
|
34
|
Pleurogaster lunaris
|
-0,056
|
-0,092
|
-0,122
|
|
35
|
Ceratoneis arcus
|
-0,069
|
-
|
-
|
|
36
|
Dermatophyton radians
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
37
|
Sphaeroplea annulina
|
-0,022
|
-0,031
|
-0,026
|
|
38
|
Desmidium grevillii
|
-0,022
|
-0,031
|
-
|
|
39
|
Spirogyra varians
|
-0,022
|
-0,039
|
-0,012
|
|
40
|
Fragilaria capucina
|
-0,022
|
-0,017
|
-0,026
|
|
41
|
Rizoclonium hieroglyphicum
|
-0,105
|
-0,069
|
-0,127
|
|
42
|
Drapalnaldiopsis alpina
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
43
|
Cymatopleura solea
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
44
|
Cylindrocapsa geminella
|
-0,022
|
-0,039
|
-
|
|
45
|
Pleurotaenium trochiscum
|
-
|
-0,172
|
-0,156
|
|
46
|
Roya anglica
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
47
|
Sirogonium sticticum
|
-0,022
|
-0,017
|
-
|
|
48
|
Microspora amoena
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
49
|
Cocconeis placentula
|
-0,022
|
-0,017
|
-
|
|
50
|
Pediastrum tetras
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
51
|
Lesquerensia modesta
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
52
|
Pleurococcus naegelii
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
53
|
Chrysamoeba radians
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
54
|
Chrysopyxis bipes
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
55
|
Botrydiopsis arhiza
|
-0,022
|
-
|
-
|
|
56
|
Basicladia chelonum
|
-0,022
|
-0,108
|
-0,066
|
|
57
|
Gomphonema parvulum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
58
|
Chlorococcum humicola
|
-
|
-0,039
|
-0,035
|
|
59
|
Micrasterias radiata
|
-
|
-0,039
|
-
|
|
60
|
Microthamnion strictissimum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
61
|
Phaeothamnion confervicola
|
-
|
-0,050
|
-0,026
|
|
62
|
Uronema elongatum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
63
|
Chrysidiastrum catenatum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
64
|
Gloeotanium loitlesbergianum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
65
|
Pandorina morum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
66
|
Siderocelis ornatus
|
-
|
-0,031
|
-
|
|
67
|
Leuvenia natans
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
68
|
Skadovskiella sphagnicola
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
69
|
Zygnema insigne
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
70
|
Epichrysis paludosa
|
-
|
-0,039
|
-0,012
|
|
71
|
Kyliniella latvica
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
72
|
Nostoc linckia
|
-
|
-0,039
|
-
|
|
73
|
Bulbochaete varians
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
74
|
Actinastrum gracillimum
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
75
|
Chaetophora incrassata
|
-
|
-0,031
|
-
|
|
76
|
Spirotaenia condensata
|
-
|
-0,069
|
-0,035
|
|
77
|
Caloneis amphisbane
|
-
|
-0,031
|
-
|
|
78
|
Denticula thermalis
|
-
|
-0,050
|
-
|
|
79
|
Pseudolvella americana
|
-
|
-0,039
|
-0,026
|
|
80
|
Lemanea annulata
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
81
|
Binuclearia tatrana
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
82
|
Tabellaria fenestrata
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
83
|
Bumilleriopsis breve
|
-
|
-
|
-0,072
|
|
84
|
Nostochopsis lobatus
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
85
|
Chlorosarcina minor
|
-
|
-
|
-0,026
|
|
86
|
Coleochaete scutata
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
87
|
Phaeoplaca thallosa
|
-
|
-
|
-0,026
|
|
88
|
Chrysapsis sagene
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
89
|
Characiopsis longipes
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
90
|
Campsopogon cauruleus
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
91
|
Quadrigula closteriodes
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
92
|
Polyedriopsis spinulosa
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
93
|
Oophila amblystomatis
|
-
|
-
|
-0,060
|
|
94
|
Protococcus viridis
|
-
|
-
|
-0,012
|
|
95
|
Schroederia setigera
|
-
|
-
|
-0,026
|
|
96
|
Chaos diffluens
|
-
|
-0,017
|
-
|
|
97
|
Cladocera sp.
|
-
|
-0,012
|
-
|
|
Total indeks keanekaragaman (H)
|
3,172
|
3,185
|
2,487
|
||
(Sumber: Data penelitian primer
2009)
Berikut diagram pie tentang indeks keanekaragaman
plankton di Krueng Meureudu:
Gambar Diagram Pie Indeks Keanekaragaman Plankton
Pada Seluruh Stasiun
Untuk stasiun I dan II memiliki indeks
keanekaragaman tinggi, dikarenakan pengambilan sampel dilakukan pada perairan
yang beraliran deras (Tabel 2), sehingga termasuk faktor yang mendukung proses
pengambilan sampel, hal ini mengakibatkan plankton yang ikut terbawa arus dapat
dengan mudah terjaring. Juga dikarenakan faktor
kedalaman perairan yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari yang cukup.
Sedangkan pada stasiun III yang menjadi penyebab sedikitnya
jenis plankton di bagian muara, yaitu karena kondisi muara dengan dasar yang
berlumpur, salinitas agak tinggi dan kecerahan yang kurang.
SIMPULAN DAN SARAN
Plankton yang ditemukan di Krueng Meureudu Kecamatan Meureudu Kabupaten
Pidie Jaya yaitu sebanyak 97 spesies dan yang paling mendominasi dan sering
ditemukan di setiap lokasi adalah Chlorogibba trocisciaeformis, Monallantus
brevycylindrus, Enteromorpha prolifera, Pleurotaenium ehrenbergii,dan
Chlorallanthus oblongus, semuanya spesies dari kelas Chlorophyta. Indeks keanekaragaman
plankton memiliki 2 kategori yaitu keanekaragaman jenis tinggi pada stasiun I
dan stasiun II dengan indeks keanekaragaman sebanyak 3,172 dan 3,185 (kualitas
air bersih), dan pada stasiun III memiliki indeks keanekaragaman sedang yaitu
2,487 (kualitas air tercemar sedang).
Diharapkan
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi pemerhati
ekologi perairan khususnya tentang jenis-jenis plankton di Krueng Meureudu
Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Hendaknya dapat dilakukan
penelitian lanjutan khususnya
zooplankton di Krueng Meureudu. Diharapkan perairan Krueng Meureudu tersebut
dapat dijadikan sebagai media penunjang pembelajaran Biologi tentang ekosistem
air tawar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2008.
Sungai Meureudu. http://www.pu.go.id/infostatistik/
departemen/sda/4.7_sungai.xls. Download 26
Desember 2008.
Anonymous. 2009. Pendahuluan
Planktonologi. Situs: http://entahsiapa15. wordpress.com/2009/ 01/15/htm.
Download 26 Juni 2009.
Bakosurtanal.
1978. Peta Lokasi Penelitian. Peta Rupabumi Digital: Survei Lapangan
(2009).
Bold, H. C., M.
J. Wayne. 1985. Introduction to the Algae.
Second Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Englewood
Cliff.
Davis, C.C. 1951. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan
State University
Press, USA.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Molles, M. C. 2002. Ecology: Conceps and Applications. Second
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies Inc..
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. (Terj. Ir.
Tjahjono Samingan, M.Sc). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Romimohtarto,
K. dan Sri Juwana. 2005. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta: Djambatan.
Yudianto, S. A. 1992. Pengantar Cryptogamae (Sistematik Tumbuhan
Rendah). Bandung:
Tarsito.
Jenis-jenis
Plankton Yang Dominan Ditemukan
Kelas :
Chlorophyceae
Ordo :
Heterococccales
Famili :
Pleurochloridaceae
Spesies : - Chlorogibba trocisciaeformis
-
Monallantus brevycylindris
Kelas : Chlorophyceae Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Ulvales Ordo : Zygnematales
Famili :
Ulvaceae Famili : Desmidiaceae
Spesies : Enteromorpha prolifera Spesies : Pleurotaenium ehrenbergii
Kelas :
Chlorophyceae
Ordo : Rhizochloridales
Famili : Pleurochloridaceae
Spesies : Chlorallanthus oblongus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar