Rabu, 01 Januari 2014

Klasifikasi Ilmu Keislaman (Bahan Kuliah Metodelogi Kajian Islam)

Makalah:
                                                             Klasifikasi Ilmu Keislaman
(Disusun untuk memenuhi mata kuliah Metodelogi Kajian Islam)

Disusun oleh:

Nama               : Radhiati
NIM                : 25131786-2
Konsentrasi     : Pendidikan Islam
Kelas/ Ruang   : B3/ A6     
Mata kuliah     : Khazanah Pemikiran Dalam Islam

Dosen pembimbing:
Dr. Sri Suyanta, MAg. dan Dr. Asna Husein, MA,PhD


PROGRAM PASCA SARJANA UIN AR-RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2013


BAB I
PENDAHULUAN

           
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin,  hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang  ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad[1].
Setelah Nabi Muhammad dan generasi pertama wafat, maka para tabiin dan tabiit tabiin menggunakan pendekatan dengan menggunakan metode nash, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Alqur’an dan teks-teks hadits yang merujuk pada situasi/ masalah yang dihadapi. Metode lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis, dimana pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh dalam Islam, dan menjadikan hadits pada masa-masa tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. Salah satu ilmu yang menggunakan penalaran adalah ilmu kalam (teologi), yang muncul saat persoalan politik di masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, yang dipakai sebagai alat pemikiran filsafat untuk membalas serangan yang ditujukan kepada Islam untuk membela keyakinan-keyakinan Islam.
Sesungguhnya pengembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam sesuai dengan perintah Alqur’an untuk mengamati alam dan mengunakan akal, yang merupakan dua dasar metodologi sains. Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah mengamati alam sebagai dasar ilmu selalu berjalan seiring, dan firman Allah juga selalu disertai pertanyaan “afala ta’qilun (mengapa tidak kamu gunakan akalmu)” dan “afala tatafakkaruun (mengapa tidak kamu pikirkan), seperti yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 190-191[2]:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ﴿ ١٩٠﴾ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  ﴿١٩١
Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
            Perintah Alqur’an tersebut diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa kedudukan ilmuwan dalam Islam dipandang utama, “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang”. (HR. Abu Dawud )[3]
            Agama Islam sebagai ajaran yang berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan dengan ciri-cirinya yang khas, juga tampil dalam sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yang  termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam[4].
Sehubungan dengan ilmu inilah maka penulis diberi kesempatan untuk membahas suatu topik makalah yang berjudul “Klasifikasi Ilmu Keislaman”. Melalui tulisan ini diharapkan semoga dapat bermanfa’at dan berguna bagi penulis khususnya dan bagi mahasiswa (i) pascasarjana yang mengambil mata kuliah Metodologi Kajian Islam pada umumnya.

 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, artinya pengetahuan, dan ini sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science, yang berasal dari bahasa latin, scio atau scire, yang kemudian di Indonesiakan menjadi sains. Kata ilmu dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya[5]. Sehingga dapat diartikan, ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu[6].
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai penddikan lanjutan dan perguruan tinggi[7]. Fungsi dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal, dan mengontrol.
Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.  Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi (filsafat pengetahuan).
Ilmu atau pengetahuan ilmiah merupakan salah satu jenis pengetahuan dalam kehidupan manusia. Ilmu adalah pengetahuan sistematis dan taat asas tentang suatu obyek tertentu, yaitu gejala alamiah, gejala sosial, dan gejala budaya. Gejala-gejala tersebut relative konkrit, dalam arti dapat diamati dan dapat diukur. Apabila disusun ciri gejala yang dikaji mulai dari yang konkrit sampai yang abstrak, maka rumpun dan disiplin ilmu tersusun secara hierarkis, mulai dari fisika, kimia, biologi; kemudian ilmu social dan ilmu hukum; sampai falsafah dan ilmu agama[8].
Ilmu agama Islam merupakan bagian dari rumpun ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu social. ‘Ulumul Qur’an, ‘Ulumul Hadits, ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,ilmu fiqh dan sejenisnya masuk dalam rumpun ilmu budaya (humaniora) yang bersifat ideal dan normative. Sejarah peradaban Islam, ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah masuk dalam rumpun ilmu-ilmu social yang sifatnya aktual dan empiris. Juga terdapat disiplin ilmu lain yang berkembang terutama dalam rumpun ilmu-ilmu alamiah, antara lain astronomi dan geologi[9].
Perintah menuntut ilmu dalam Alqur’an dan hadits mendorong kaum muslimin pada abad pertama hijrah untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan China ke dalam bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu tersebut secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya (matematika dan logika).
Nurcholis Madjid menjelaskan tentang hubungan organik antara iman dan ilmu Islam. Menurutnya, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Nya[10]. Sejalan dengan argument ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof muslim, dalam makalahnya “Fashl al-maqal wa Taqrir ma Bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal”, bahwa antara iman dan ilmu tidak terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan demikian karena iman tidak saja mendorong bahkan juga menghasilkan ilmu serta membimbing ilmu dalam pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Ilmu juga berbeda dari iman karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional (berpikir), sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan atau mendukung pembenaran berita yang dibawa oleh pembawa berita, yaitu nabi, yang menyampaikan berita tersebut kepada umat manusia selaku utusan Allah (Rasul)[11].

B.     Pengertian Agama dan Islam
Menurut Prof. Dr. Mahmud Abdullah Darraz, “ad-Dien (agama) adalah keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat - atau beberapa dzat ghaib - yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinannya ini memotivasi manusia untuk memuja dzat tersebut dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan”[12].
Dalam buku Metodologi Studi Agama, istilah dien mencakup arti “keberhutangan, ketundukan, kekuatan yang mengadili, dan kecenderungan alami”. Istilah ini berhubungan erat dengan beberapa istilah lain yang memiliki akar kata yang sama, yaitu dana, atau kondisi memiliki hutang. Manusia memiliki hutang yang tak terhingga kepada sang pencipta berupa keseluruhan eksistensi. Dengan demikian, agama tidak lain adalah keseluruhan proses pemberadaban manusia, maddana, yang akan menghasilkan kebudayaan, tamaddun[13].
Para ulama mendefinisikan ad-Dien dengan mengatakan, “Ad-Dien adalah peraturan Ilahi yang mengatur orang-orang yang memiliki akal sehat secara sukarela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di akhirat”. Definisi ini mencakup untuk semua agama, baik yang berdiri atas kemusyrikan ataupun keberhalaan. Alqur’an telah menamakan Islam sebagai dien, sebagaiman firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿ ۸۵﴾
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.[14]
           Pentingnya agama itu dinamakan  Islam, karena menunjukkan hakekat dan esensi agama tersebut. Arti kata Islam adalah “masuk dalam perdamaian” dan seorang muslim adalah “orang yang membuat perdamaian dengan Tuhan dan manusia”. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tapi juga berbuat baik kepada orang lain. Kedua makna ini merupakan esensi dari agama Islam. Alqur’an menyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 112:
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ  ﴿١۱۲﴾
Artinya: “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
           Islam pada asasnya adalah agama perdamaian dan ajaran pokoknya adalah keesaan Tuhan dan keesaan seantero umat manusia. Agama Islam juga mencakup semua ajaran agama yang diwahyukan oleh Allah di dunia ini, sebagaimana kitab suci Alqur’an yang merupakan himpunan dari semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah di duna ini[15].
           Sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agama  pada umumnya dan kepada Islam pada khususnya, bukan hanya kebutuhan sekunder ataupun sampingan, melainkan ia adalah sesuatu kebutuhan dasar dan primer yang berhubungan erat dengan substansi kehidupan, misteri alam wujud dan hati nurani manusia yang paling dalam.
Islam adalah sistem yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir. Islam juga bertumpu pada akal untuk menetapkan dua hakikat terbesar dalam alam wujud yakni wujudillah dan kebenaran dakwah nabi. Islam juga percaya pada wahyu sebagai penyempurna akal dan penolong tatkala ia tersesat dan dikendalikan oleh nafsu. Wahyu merupakan petunjuk bagi akal manusia kepada sesuatu yang bukan spesialisasinya dan diluar kemampuannya dari hal-hal yang ghaib, berita-berita dari langit serta cara-cara beribadah kepada Allah SWT[16].

C.    Klasifikasi Ilmu Keislaman
Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Alqur’an”[17], Alqur’an menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali, salah satunya sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS. Al-Baqarah ayat 31-32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya. Saat ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Alqur’an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika.
Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof (muslim/ non muslim) pada masa-masa silam, para pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
1)      Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan kepada wahyu Ilahi yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
2)      Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya selama ida bertentangan denga syari’ah sebagai sumber nilai.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dari sudut normative Islam adalah wahyu yang bersifat mutlak (absolute), sehingga kepadanya tidak dapat diberlakukan paradigma ilmu pengetahuan yang sifatnya nisbi (relative). Jadi sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Jika dilihat dari sudut historis, yaitu Islam dalam arti yang dipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman atau studi Islam.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini telah dirumuskan sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi. Pada abad tersebut keilmuan memperoleh kemajuan yang luar biasa, lahirnya sejumlah ahli-ahli di bidang ilmu keislaman  memperlihatkan ramainya pembahasan ilmiah dibidang ini. Pada periode ini telah muncul para mujtahid besar yang mungkin tidak dapat ditandingi mujtahid periode manapun. Berdasarkan sejarah perkembangan tersebut, ilmu-ilmu keislaman dapat diklasifikasikan sebagaimana yang dikelompokkan oleh Harun Nasution berikut ini[18]:
a)   Kelompok dasar, meliputi: tafsir, hadits, aqidah/ ilmu kalam, filsafat Islam, tasawuf, tarekat, perbandingan agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadits, ilmu kalam dan filsafat.
b)   Kelompok cabang, meliputi:
1.      Ajaran yang mengatur masyarakat, terdiri dari ushul fiqh, fikih muamalah, fikih ibadah, fikih siyasah, peradilan, dan perkembangan modern.
2.      Peradaban Islam, mencakup:
    Ø  Sejarah Islam, termasuk didalamnya sejarah politik, ekonomi, administrasi, kemiliteran, kepolisian, dan lain-lain.
    Ø  Sejarah pemikiran Islam meliputi ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.
    Ø  Sains Islam
    Ø  Budaya Islam, meliputi arsitektur, kaligrafi, seni lukis, seni tari, musik, dan lain-lain.
    Ø  Studi kewilayahan Islam.
3.      Bahasa-bahasa dan sastra Islam terutama bahasa dan sastra Arab.
4.      Pengajaran Islam kepada anak didik, mencakup ilmu pendidikan Islam, filsafat pendidikan Islam, sejarah pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan Islam.
5.      Penyiaran Islam, mencakup sejarah dakwah, metode dakwah, materi dakwah, perkembangan modern dalam dakwah Islam, dan lain sebagainya.
Tabel 1. Klasifikasi ilmu-ilmu keislaman
No.
Kelompok dasar
Kelompok cabang
1.
Tafsir
Ushul fiqh
2.
Hadits
Fikih muamalah
3.
Aqidah/ ilmu kalam
Fikih siyasah
4.
Filsafat islam
Peradilan
5.
Akhlak
Perkembangan modern
6.
Perbandingan agama
Peradaban Islam
7.

Bahasa dan sastra arab
8.

Pendidikan Islam
9.

Dakwah Islam

Ditinjau dari segi pembidangan atau klasifikasi, kelompok dasar dan cabang di atas maka dibagi menjadi bidang-bidang berikut[19]:
1.      Sumber ajaran Islam, mencakup ilmu Alqur’an, tafsir, hadits, dan pembaharuan dalam bidang tersebut.
2.      Pemikiran dasar Islam, mencakup ilmu kalam, filsafat, tasawuf dan tarekat, perbandingan agama, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
3.      Pranata sosial, mencakup ushul fikih ekonomi, dan pranata-paranata bidang sosal lainnya, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
4.      Sejarah dan peradaban Islam, mencakup sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah administrasi, sejarah kemiliteran, sejarah pemikiran Islam, budaya Islam dan studi kewilayahan Islam, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
5.      Bahasa dan sastra Islam, mencakup sastra dan bahasa Arab serta pembaharuan dibidang ini.
6.      Pendidikan Islam
7.      Dakwah Islam
8.      Perkembangan modern dalam Islam/ pembaharuan dalam berbagai disiplin ilmu, mencakup bidang-bidang sumber pemikiran dasar, pranata social, pendidikan, dakwah, sejarah, peradaban, serta bahasa dan sastra.

Tabel 2. Klasifikasi dasar dan cabang ilmu keislaman
No.
Sumber ajaran Islam
Pemikiran Islam

Pranata social

Sejarah
1.
Ulumul qur’an
Filsafat
Ushul fiqh
Sejarah politik
2.
Tafsir
Ilmu kalam
Fikih mu’amalah
Sejarah ekonomi
3.
Hadits
Tasawuf
Fikih siyasah
Sejarah social
4.

Tarekat
Fikih ibadah
Sejarah kemiliteran
5.

Perband. Agama
Fikih ekonomi
Sejarah pendidikan

            Para filosofi muslim membagi ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi,logika, etika, dan bersama disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum yang menggunakan bilangan) dimasukkan dalam kategori ilmu yang tidak berguna. Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofi ke dalam beberapa wilayah seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, yurispudensi dan teologi dialeksis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik. Al-Ghazali membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah (wahyu) dan ilmu aqliyyah. Dr. Muhammad Al- Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya, yaitu ilmu yang bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu ilmu qadim dan ilmu hadis (baru). Ilmu qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya[20].
            Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah (wahyu) dan ilmu aqliyyah[21]:
       I.            Ilmu syar’iyyah
1.   Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul), meliputi:
a.          Ilmu tentang keesaan tuhan (al-tauhid)
b.         Ilmu tentang kenabian
c.          Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
d.         Ilmu tentang sumber pengetahuan religius, yaitu Alqur’an dan Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat), dan ilmu-ilmu pelengkap yang terdiri dari ilmu qur’an, ilmu riwayat al-hadits, ilmu ushul fiqh, dan biografi para tokoh.
2.   Ilmu tentang cabang-cabang (Furu’)
a.       Ilmu tentang kewajiban manusia dengan Tuhan (ibadah)
b.       Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
c.       Ilmu tentang kewajiban manusia jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
    II.            Ilmu Aqliyyah
1.   Matematika, mencakup aritmatika, geometri, astronomi, astrologi dan music
2.   Logika
3.   Fisika/ilmu alam, mencakup kedokteran, meteorology, minerologi, kimia
4.   Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika.
Demikian sekilas penjelasan tentang ilmu-ilmu dalam Islam, baik dalam sejarah pemikirannya, maupu wacana yang berkembang bahwa ilmu Islam tidak lepas dari wawasan Allah SWT yang merupakan sumber pengetahuan, meski kemudian mengalami penyikapan-penyikapan ilmiah yang berbeda-beda dari para filosof dan ilmuan muslim yang masing-masing memiliki corak dan bentuk yang berbeda, karena adanya perbedaan dalam hal penekanan penerapan metodologis-filosofis yang berbeda pula.

D.    Hubungan Antara Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Keislaman Lainnya
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
      Berikut akan dijelaskan masing-masing hubungan antara ilmu-ilmu tersebut[22]:
1.      Hubungan Filsafat Islam dan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan salah satu ilmu keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat Islam dalam merumuskan aqidah Islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Ilmu kalam seperti halnya filsafat Islam dipengaruhi oleh filsafat Yunani tapi sumber pokoknya tetap pada nash-nash agama. Namun demikian, dalam kenyataannya ilmu kalam lahir dri masalah Islam sendiri, sedangkan cara pemecahannya yang hanya terpengaruh dari filsafat.

2.      Hubungan Filsafat Islam dan Tasawuf
Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara dan jalan bagaimana seorang Islam berada sedekat mungkin dengan Allah SWT[23]. Menurut Al-‘Iraqy, tasawuf dalam Islam baik yang sunni maupun yang falsafi termasuk kedalam lingkup filsafat Islam secara umum. Tapi kedua ilmu ini memiliki perbedaan yakni dari segi objek dan metodenya, misalnya: objek filsafat membahas segala yang ada (al maujudat) baik yang fisika maupun metafisika (termasuk Allah SWT), alam dan manusia yang meliputi tingkah laku, akhlak dan politik, sementara objek tasawuf pada dasarnya mengenal Allah baik denga beribadah maupun dengan jalan ilham ataupun intuisi.

3.      Hubungan Filsafat Islam dengan Ushul Fiqh
Ushul fiqh merupakan pengetahuan tentang kaidah dan bahasa yang dijadikan acuan dalam menetapkan hukum syari’at mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil secara detail[24]. Atau dengan kata lain ushul fiqh adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam Islam.penyusun disiplin ilmu Ushul fiqh pertama kali adalah Imam Syafi’i dengan bukunya yang berjudul Ar-Risalat. Ushul fiqh menggunakan pemikiran filosofis dalam menetapkan hukum syari’at, yang bahkan cenderung mengikuti ilmu logika dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu. Walaupun demikian, kedua ilmu ini memiliki perbedaan juga, ushul fiqh secara khusus adalah ilmu yang berdiri atas dasar agama, sedangkan objeknya menetapkan dalil bagi hukum dan menetapkan hukum bagi dalil.

4.      Hubungan Filsafat Islam dan Sains
Seperti yang diketahui, filsafat merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan baik yang teoritas maupun yang praktis. Ini dapat dibuktikan dalam temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti Al-Kindi ahli ilmu pasti dan ahli falak yang terkenal, Ibnu Sina dengan kedokterannya yang menyusun Kitab al-Qanun yang menjadi rujukan baik di barat dan di timur, juga ilmuan-ilmuan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap filosof adalah ilmuan, karena setiap filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam, tetapi tidak semua ilmuan itu filosof.
Pada masa peradaban Islam mencapai kejayaannya, saaat itu filsafat, sains, dan agama bergabung menjadi satu sehingga saling mempengaruhi, tapi setelah abad ke-6 H orang-orang di masa ni telah merasa puas dengan membahas dan mengulas masalah-masalah filsafat saja tanpa berpijak pada dasar ilmu yang melandasinya (ilmu pasti dan ilmu alam). Akhirnya terputuslah hubungan antara filsafat dan sains. Kemudian hubungan kedua ilmu ini kembali lagi setelah Timur kembali mengambil sains.

 BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu.
Islam adalah sistem  yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini muncul sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi.
Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yang  termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam
Para ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang berdasarkan dari segi sejarah, segi pembidangan atau klasifikasi, ilmu yang berguna dan yang tak berguna, dari segi syar’iyyah dan aqliyyah, dan ada juga dari segi sumbernya.
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Edisi Revisi , Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Abd. Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-a’ala Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972.

Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Bisri M. Djaelani, Ensklopedi Islam, cet. I ,Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007.
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Alqur’an, cet. 13 Bandung: Mizan, 1996.

H. A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, cet.1. Bandung: Mizan, 1991.

Harun Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam, Jakarata: Bulan Bintang, 1973.

____________ , Klasifikasi Ilmu dan Tradisi Penelitian Islam: Sebuah Perspektif, dalam: Mastuhu dan Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Bandung: Nuansa, 1998.

Henri Marginau dan David Bergamini, The Scientist, New York: Time Corporated, 1964.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Mircea Aliade, W.C. Smith, et.all, Metodologi Studi Agama, penerj. Ahmad Norma Permata, cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), dikutip dari: http://opi.110mb.com/Hadits Web: Kumpulan dan Referensi Hadits disusun oleh Sofyan Efendi, 27 Maret 2006.

 

Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995.

Yusuf Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 1997, penerj. Setiawan Budi Utomo, LC., cet.1.

____________  , Karakteristik Islam: Kajian Analitik, Surabaya: Risalah Gusti, 1994.

Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, MA., Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo, 2004.



Referensi dari internet:

Abdullah, Nur Syamsiah, dan Syarif Hidayatullah, Makalah Kajian-kajian Keislaman, situs: http://abdulajah.blogspot.com/2012_03_01_archive.html, diunggah Senin 16 september 2013.


http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu,diunggah hari kamis 19 September 2013.




 

[1] Bisri M. Djaelani, Ensklopedi Islam, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), cet. I, hlm. 146.

[3] Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), dikutip dari: http://opi.110mb.com/Hadits Web: Kumpulan dan Referensi Hadits disusun oleh Sofyan Efendi, 27 Maret 2006.


[4] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Edisi Revisi, hlm. 93.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu,diunggah hari kamis 19 September 2013.
[7] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm. 19.
[9] Lihat: Henri Marginau dan David Bergamini, The Scientist, (New York: Time Corporated, 1964), hlm. 86-99.
[10] Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 3-4.
[11] Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 18.
[12] Yusuf Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 1997), penerj. Setiawan Budi Utomo, LC., cet.1, hlm.15.
[13] Mircea Aliade, W.C. Smith, et.all, Metodologi Studi Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), penerj. Ahmad Norma Permata, cet. 1, hlm. 16.
[14] Yusuf Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, Ibid, hlm. 19.
[15] H. A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, (Bandung: Mizan, 1991), cet.1, hlm. 50-51.
[16] Yusuf Qardhawi , Karakteristik Islam: Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti, 1994), hlm. 152.
[17]Lihat  Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Alqur’an, (Bandung: Mizan, 1996), cet. 13.
[18] Harun Nasution, Klasifikasi Ilmu dan Tradisi Peneliian Islam: Sebuah Perspektif, dalam: Mastuhu dan Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa, 1998), hlm. 7-8.
[19] Abdullah, Nur Syamsiah, dan Syarif Hidayatullah, Makalah Kajian-kajian Keislaman, situs: http://abdulajah.blogspot.com/2012_03_01_archive.html, diunggah Senin 16 september 2013.

[22] Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, MA., Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 23, 26-30.
[23] Harun Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam, (Jakarata: Bulan Bintang, 1973), hlm. 50-51.
[24] Abd. Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta: al-Majlis al-a’ala Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972), hlm. 11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar