Makalah:
Klasifikasi
Ilmu Keislaman
(Disusun
untuk memenuhi mata kuliah Metodelogi Kajian Islam)
Disusun
oleh:
Nama : Radhiati
NIM : 25131786-2
Konsentrasi : Pendidikan Islam
Kelas/
Ruang : B3/ A6
Mata
kuliah : Khazanah Pemikiran Dalam
Islam
Dosen
pembimbing:
Dr.
Sri Suyanta, MAg. dan Dr. Asna Husein, MA,PhD
PROGRAM PASCA SARJANA UIN AR-RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada
habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan
satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT.
Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan,
pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara
satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan
pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan
sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam,
agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin, hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an
dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah
Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan
semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa
perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam
menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya
Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai
pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan
yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad[1].
Setelah Nabi Muhammad dan generasi pertama
wafat, maka para tabiin dan tabiit tabiin menggunakan pendekatan dengan
menggunakan metode nash, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Alqur’an
dan teks-teks hadits yang merujuk pada situasi/ masalah yang dihadapi. Metode
lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis, dimana pemikiran
tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh dalam Islam, dan menjadikan
hadits pada masa-masa tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. Salah satu ilmu
yang menggunakan penalaran adalah ilmu kalam (teologi), yang muncul saat
persoalan politik di masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,
yang dipakai sebagai alat pemikiran filsafat untuk membalas serangan yang
ditujukan kepada Islam untuk membela keyakinan-keyakinan Islam.
Sesungguhnya pengembangan ilmu pengetahuan
dalam sejarah Islam sesuai dengan perintah Alqur’an untuk mengamati alam dan
mengunakan akal, yang merupakan dua dasar metodologi sains. Perintah penggunaan
akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah mengamati alam sebagai
dasar ilmu selalu berjalan seiring, dan firman Allah juga selalu disertai
pertanyaan “afala ta’qilun (mengapa tidak kamu gunakan akalmu)” dan “afala
tatafakkaruun (mengapa tidak kamu pikirkan), seperti yang terdapat dalam
surah Ali Imran ayat 190-191[2]:
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي
الألْبَابِ﴿ ١٩٠﴾ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٩١ ﴾
Artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka”.
Perintah
Alqur’an tersebut diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan
bahwa kedudukan ilmuwan dalam Islam dipandang utama, “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli
ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang”. (HR. Abu Dawud )[3]
Agama Islam
sebagai ajaran yang berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan dengan
ciri-cirinya yang khas, juga tampil dalam sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu
keislaman. Menurut
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah
Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum
Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam[4].
Sehubungan dengan ilmu inilah maka penulis
diberi kesempatan untuk membahas suatu topik makalah yang berjudul “Klasifikasi
Ilmu Keislaman”. Melalui tulisan ini diharapkan semoga dapat bermanfa’at
dan berguna bagi penulis khususnya dan bagi mahasiswa (i) pascasarjana yang
mengambil mata kuliah Metodologi Kajian Islam pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, artinya
pengetahuan, dan ini sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science,
yang berasal dari bahasa latin, scio atau scire, yang kemudian di
Indonesiakan menjadi sains. Kata ilmu dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm
yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan
katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu
sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya[5].
Sehingga dapat diartikan, ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu[6].
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu merupakan pengetahuan
yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai penddikan lanjutan dan
perguruan tinggi[7].
Fungsi dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal, dan
mengontrol.
Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi
(filsafat pengetahuan).
Ilmu atau pengetahuan ilmiah merupakan salah satu
jenis pengetahuan dalam kehidupan manusia. Ilmu adalah pengetahuan sistematis
dan taat asas tentang suatu obyek tertentu, yaitu gejala alamiah, gejala
sosial, dan gejala budaya. Gejala-gejala tersebut relative konkrit, dalam arti
dapat diamati dan dapat diukur. Apabila disusun ciri gejala yang dikaji mulai
dari yang konkrit sampai yang abstrak, maka rumpun dan disiplin ilmu tersusun
secara hierarkis, mulai dari fisika, kimia, biologi; kemudian ilmu social dan
ilmu hukum; sampai falsafah dan ilmu agama[8].
Ilmu agama Islam
merupakan bagian dari rumpun ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu social. ‘Ulumul
Qur’an, ‘Ulumul Hadits, ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,ilmu fiqh dan sejenisnya
masuk dalam rumpun ilmu budaya (humaniora) yang bersifat ideal dan normative.
Sejarah peradaban Islam, ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah masuk dalam
rumpun ilmu-ilmu social yang sifatnya aktual dan empiris. Juga terdapat
disiplin ilmu lain yang berkembang terutama dalam rumpun ilmu-ilmu alamiah,
antara lain astronomi dan geologi[9].
Perintah menuntut ilmu
dalam Alqur’an dan hadits mendorong kaum muslimin pada abad pertama hijrah
untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan China
ke dalam bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu
tersebut secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk
mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya
(matematika dan logika).
Nurcholis Madjid
menjelaskan tentang hubungan organik antara iman dan ilmu Islam. Menurutnya,
ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami
alam raya ciptaan-Nya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan
rahasia-Nya[10].
Sejalan dengan argument ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof
muslim, dalam makalahnya “Fashl al-maqal wa Taqrir ma Bain al-Hikmah wa
al-Syari’ah min al-Ittishal”, bahwa antara iman dan ilmu tidak terpisahkan,
meskipun dapat dibedakan. Dikatakan demikian karena iman tidak saja
mendorong bahkan juga menghasilkan ilmu serta membimbing ilmu dalam
pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Ilmu juga berbeda dari iman
karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses
penalaran rasional (berpikir), sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan
atau mendukung pembenaran berita yang dibawa oleh pembawa berita, yaitu nabi,
yang menyampaikan berita tersebut kepada umat manusia selaku utusan Allah
(Rasul)[11].
B. Pengertian Agama dan
Islam
Menurut Prof. Dr.
Mahmud Abdullah Darraz, “ad-Dien (agama) adalah keyakinan terhadap
eksistensi (wujud) suatu dzat - atau beberapa dzat ghaib - yang maha tinggi, ia
memiliki perasaan dan kehendak, memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur
urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinannya ini memotivasi manusia
untuk memuja dzat tersebut dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk
ketundukan dan pengagungan”[12].
Dalam buku Metodologi
Studi Agama, istilah dien mencakup arti “keberhutangan, ketundukan, kekuatan
yang mengadili, dan kecenderungan alami”. Istilah ini berhubungan erat dengan
beberapa istilah lain yang memiliki akar kata yang sama, yaitu dana,
atau kondisi memiliki hutang. Manusia memiliki hutang yang tak terhingga kepada
sang pencipta berupa keseluruhan eksistensi. Dengan demikian, agama tidak lain
adalah keseluruhan proses pemberadaban manusia, maddana, yang akan
menghasilkan kebudayaan, tamaddun[13].
Para ulama
mendefinisikan ad-Dien dengan mengatakan, “Ad-Dien adalah
peraturan Ilahi yang mengatur orang-orang yang memiliki akal sehat secara
sukarela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di akhirat”. Definisi
ini mencakup untuk semua agama, baik yang berdiri atas kemusyrikan ataupun
keberhalaan. Alqur’an telah menamakan Islam sebagai dien, sebagaiman
firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿ ۸۵﴾
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [14]
Pentingnya
agama itu dinamakan Islam, karena
menunjukkan hakekat dan esensi agama tersebut. Arti kata Islam adalah
“masuk dalam perdamaian” dan seorang muslim adalah “orang yang membuat
perdamaian dengan Tuhan dan manusia”. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan
patuh secara menyeluruh kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia tidak
hanya berarti meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tapi
juga berbuat baik kepada orang lain. Kedua makna ini merupakan esensi dari
agama Islam. Alqur’an menyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 112:
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ
أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿١۱۲﴾
Artinya: “(Tidak demikian) bahkan barang
siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Islam
pada asasnya adalah agama perdamaian dan ajaran pokoknya adalah keesaan Tuhan
dan keesaan seantero umat manusia. Agama Islam juga mencakup semua ajaran agama
yang diwahyukan oleh Allah di dunia ini, sebagaimana kitab suci Alqur’an yang
merupakan himpunan dari semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah di duna ini[15].
Sesungguhnya
kebutuhan manusia terhadap agama pada
umumnya dan kepada Islam pada khususnya, bukan hanya kebutuhan sekunder ataupun
sampingan, melainkan ia adalah sesuatu kebutuhan dasar dan primer yang
berhubungan erat dengan substansi kehidupan, misteri alam wujud dan hati nurani
manusia yang paling dalam.
Islam adalah sistem
yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan
mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir. Islam juga bertumpu pada akal untuk
menetapkan dua hakikat terbesar dalam alam wujud yakni wujudillah dan
kebenaran dakwah nabi. Islam juga percaya pada wahyu sebagai penyempurna akal
dan penolong tatkala ia tersesat dan dikendalikan oleh nafsu. Wahyu merupakan
petunjuk bagi akal manusia kepada sesuatu yang bukan spesialisasinya dan diluar
kemampuannya dari hal-hal yang ghaib, berita-berita dari langit serta cara-cara
beribadah kepada Allah SWT[16].
C. Klasifikasi Ilmu
Keislaman
Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya
“Membumikan Alqur’an”[17],
Alqur’an menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya
sebanyak 854 kali, salah satunya sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan
objek pengetahuan” (QS. Al-Baqarah ayat 31-32). Pembicaraan tentang ilmu
mengantarkan kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi
dan ragam disiplinnya. Saat ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut
Alqur’an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam
kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika.
Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang
digunakan oleh para filosof (muslim/ non muslim) pada masa-masa silam, para
pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam
di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
1)
Ilmu abadi (perennial knowledge) yang
berdasarkan kepada wahyu Ilahi yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits serta
segala yang dapat diambil dari keduanya.
2)
Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk
sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan
penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya selama ida
bertentangan denga syari’ah sebagai sumber nilai.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dari
sudut normative Islam adalah wahyu yang bersifat mutlak (absolute), sehingga
kepadanya tidak dapat diberlakukan paradigma ilmu pengetahuan yang sifatnya
nisbi (relative). Jadi sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis,
apologis, dan subyektif. Jika dilihat dari sudut historis, yaitu Islam dalam
arti yang dipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah
kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu
yaitu ilmu keislaman atau studi Islam.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang
berhubungan tentang segala hal yang bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini
telah dirumuskan sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10
Masehi. Pada abad tersebut keilmuan memperoleh kemajuan yang luar biasa,
lahirnya sejumlah ahli-ahli di bidang ilmu keislaman memperlihatkan ramainya pembahasan ilmiah
dibidang ini. Pada periode ini telah muncul para mujtahid besar yang mungkin
tidak dapat ditandingi mujtahid periode manapun. Berdasarkan sejarah
perkembangan tersebut, ilmu-ilmu keislaman dapat diklasifikasikan sebagaimana
yang dikelompokkan oleh Harun Nasution berikut ini[18]:
a) Kelompok dasar,
meliputi: tafsir, hadits, aqidah/ ilmu kalam, filsafat Islam, tasawuf, tarekat,
perbandingan agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadits,
ilmu kalam dan filsafat.
b) Kelompok cabang,
meliputi:
1.
Ajaran yang mengatur masyarakat, terdiri dari ushul
fiqh, fikih muamalah, fikih ibadah, fikih siyasah, peradilan, dan perkembangan
modern.
2.
Peradaban Islam, mencakup:
Ø Sejarah Islam, termasuk
didalamnya sejarah politik, ekonomi, administrasi, kemiliteran, kepolisian, dan
lain-lain.
Ø Sejarah pemikiran Islam
meliputi ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.
Ø Sains Islam
Ø Budaya Islam, meliputi
arsitektur, kaligrafi, seni lukis, seni tari, musik, dan lain-lain.
Ø Studi kewilayahan
Islam.
3.
Bahasa-bahasa dan sastra Islam terutama bahasa dan
sastra Arab.
4.
Pengajaran Islam kepada anak didik, mencakup ilmu
pendidikan Islam, filsafat pendidikan Islam, sejarah pendidikan Islam, lembaga
pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan Islam.
5.
Penyiaran Islam, mencakup sejarah dakwah, metode
dakwah, materi dakwah, perkembangan modern dalam dakwah Islam, dan lain
sebagainya.
Tabel 1. Klasifikasi ilmu-ilmu keislaman
No.
|
Kelompok dasar
|
Kelompok cabang
|
1.
|
Tafsir
|
Ushul fiqh
|
2.
|
Hadits
|
Fikih muamalah
|
3.
|
Aqidah/ ilmu kalam
|
Fikih siyasah
|
4.
|
Filsafat islam
|
Peradilan
|
5.
|
Akhlak
|
Perkembangan modern
|
6.
|
Perbandingan agama
|
Peradaban Islam
|
7.
|
|
Bahasa dan sastra arab
|
8.
|
|
Pendidikan Islam
|
9.
|
|
Dakwah Islam
|
Ditinjau dari segi
pembidangan atau klasifikasi, kelompok dasar dan cabang di atas maka dibagi
menjadi bidang-bidang berikut[19]:
1.
Sumber ajaran Islam, mencakup ilmu Alqur’an, tafsir,
hadits, dan pembaharuan dalam bidang tersebut.
2.
Pemikiran dasar Islam, mencakup ilmu kalam, filsafat,
tasawuf dan tarekat, perbandingan agama, serta pembaharuan dalam bidang
tersebut.
3.
Pranata sosial, mencakup ushul fikih ekonomi, dan
pranata-paranata bidang sosal lainnya, serta pembaharuan dalam bidang tersebut.
4.
Sejarah dan peradaban Islam, mencakup sejarah politik,
sejarah ekonomi, sejarah administrasi, sejarah kemiliteran, sejarah pemikiran
Islam, budaya Islam dan studi kewilayahan Islam, serta pembaharuan dalam bidang
tersebut.
5.
Bahasa dan sastra Islam, mencakup sastra dan bahasa
Arab serta pembaharuan dibidang ini.
6.
Pendidikan Islam
7.
Dakwah Islam
8.
Perkembangan modern dalam Islam/ pembaharuan dalam
berbagai disiplin ilmu, mencakup bidang-bidang sumber pemikiran dasar, pranata
social, pendidikan, dakwah, sejarah, peradaban, serta bahasa dan sastra.
Tabel 2. Klasifikasi dasar dan cabang ilmu
keislaman
No.
|
Sumber ajaran Islam
|
Pemikiran Islam
|
Pranata social
|
Sejarah
|
1.
|
Ulumul qur’an
|
Filsafat
|
Ushul fiqh
|
Sejarah politik
|
2.
|
Tafsir
|
Ilmu kalam
|
Fikih mu’amalah
|
Sejarah ekonomi
|
3.
|
Hadits
|
Tasawuf
|
Fikih siyasah
|
Sejarah social
|
4.
|
|
Tarekat
|
Fikih ibadah
|
Sejarah kemiliteran
|
5.
|
|
Perband. Agama
|
Fikih ekonomi
|
Sejarah pendidikan
|
Para
filosofi muslim membagi ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna.
Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti
kedokteran, fisika, kimia, geografi,logika, etika, dan bersama disiplin yang
khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum
yang menggunakan bilangan) dimasukkan dalam kategori ilmu yang tidak berguna.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofi ke dalam beberapa wilayah
seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, yurispudensi
dan teologi dialeksis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (ilahiyah)
dalam bentuk kalam dan fikih langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis,
yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik. Al-Ghazali membagi
ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah (wahyu) dan ilmu aqliyyah.
Dr. Muhammad Al- Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya, yaitu ilmu yang
bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi
ilmu menjadi dua jenis, yaitu ilmu qadim dan ilmu hadis (baru).
Ilmu qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis
yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya[20].
Klasifikasi
Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah (wahyu) dan ilmu aqliyyah[21]:
I.
Ilmu syar’iyyah
1. Ilmu tentang
prinsip-prinsip dasar (al-ushul), meliputi:
a.
Ilmu tentang keesaan tuhan (al-tauhid)
b.
Ilmu tentang kenabian
c.
Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
d.
Ilmu tentang sumber pengetahuan religius, yaitu
Alqur’an dan Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu
ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat), dan
ilmu-ilmu pelengkap yang terdiri dari ilmu qur’an, ilmu riwayat al-hadits, ilmu
ushul fiqh, dan biografi para tokoh.
2. Ilmu tentang
cabang-cabang (Furu’)
a.
Ilmu tentang kewajiban manusia dengan Tuhan (ibadah)
b.
Ilmu tentang
kewajiban manusia kepada masyarakat
c.
Ilmu tentang kewajiban manusia jiwanya sendiri (ilmu
akhlak)
II.
Ilmu Aqliyyah
1. Matematika, mencakup
aritmatika, geometri, astronomi, astrologi dan music
2. Logika
3. Fisika/ilmu alam,
mencakup kedokteran, meteorology, minerologi, kimia
4. Ilmu tentang wujud di
luar alam, atau metafisika.
Demikian sekilas penjelasan tentang ilmu-ilmu dalam Islam, baik dalam
sejarah pemikirannya, maupu wacana yang berkembang bahwa ilmu Islam tidak lepas
dari wawasan Allah SWT yang merupakan sumber pengetahuan, meski kemudian
mengalami penyikapan-penyikapan ilmiah yang berbeda-beda dari para filosof dan
ilmuan muslim yang masing-masing memiliki corak dan bentuk yang berbeda, karena
adanya perbedaan dalam hal penekanan penerapan metodologis-filosofis yang
berbeda pula.
D. Hubungan Antara
Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Keislaman Lainnya
Penggunaan akal sangat
besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang
tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu
kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
Berikut akan dijelaskan masing-masing hubungan antara ilmu-ilmu
tersebut[22]:
1.
Hubungan Filsafat Islam dan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan
salah satu ilmu keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat Islam dalam
merumuskan aqidah Islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Ilmu kalam
seperti halnya filsafat Islam dipengaruhi oleh filsafat Yunani tapi sumber
pokoknya tetap pada nash-nash agama. Namun demikian, dalam kenyataannya ilmu
kalam lahir dri masalah Islam sendiri, sedangkan cara pemecahannya yang hanya
terpengaruh dari filsafat.
2.
Hubungan Filsafat Islam dan Tasawuf
Tasawuf merupakan ilmu
yang mempelajari cara-cara dan jalan bagaimana seorang Islam berada sedekat
mungkin dengan Allah SWT[23].
Menurut Al-‘Iraqy, tasawuf dalam Islam baik yang sunni maupun yang falsafi
termasuk kedalam lingkup filsafat Islam secara umum. Tapi kedua ilmu ini
memiliki perbedaan yakni dari segi objek dan metodenya, misalnya: objek
filsafat membahas segala yang ada (al maujudat) baik yang fisika maupun
metafisika (termasuk Allah SWT), alam dan manusia yang meliputi tingkah laku,
akhlak dan politik, sementara objek tasawuf pada dasarnya mengenal Allah baik
denga beribadah maupun dengan jalan ilham ataupun intuisi.
3.
Hubungan Filsafat Islam dengan Ushul Fiqh
Ushul fiqh merupakan
pengetahuan tentang kaidah dan bahasa yang dijadikan acuan dalam menetapkan
hukum syari’at mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil secara detail[24].
Atau dengan kata lain ushul fiqh adalah ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam
Islam.penyusun disiplin ilmu Ushul fiqh pertama kali adalah Imam Syafi’i dengan
bukunya yang berjudul Ar-Risalat. Ushul fiqh menggunakan pemikiran
filosofis dalam menetapkan hukum syari’at, yang bahkan cenderung mengikuti ilmu
logika dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu. Walaupun
demikian, kedua ilmu ini memiliki perbedaan juga, ushul fiqh secara khusus
adalah ilmu yang berdiri atas dasar agama, sedangkan objeknya menetapkan dalil
bagi hukum dan menetapkan hukum bagi dalil.
4.
Hubungan Filsafat Islam dan Sains
Seperti yang diketahui,
filsafat merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan
baik yang teoritas maupun yang praktis. Ini dapat dibuktikan dalam
temuan-temuan yang dihasilkan oleh filosof-filosof Islam sendiri, seperti
Al-Kindi ahli ilmu pasti dan ahli falak yang terkenal, Ibnu Sina dengan
kedokterannya yang menyusun Kitab al-Qanun yang menjadi rujukan baik di
barat dan di timur, juga ilmuan-ilmuan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
setiap filosof adalah ilmuan, karena setiap filsafat berdiri atas dasar ilmu
pasti dan ilmu alam, tetapi tidak semua ilmuan itu filosof.
Pada masa peradaban Islam mencapai kejayaannya, saaat
itu filsafat, sains, dan agama bergabung menjadi satu sehingga saling
mempengaruhi, tapi setelah abad ke-6 H orang-orang di masa ni telah merasa puas
dengan membahas dan mengulas masalah-masalah filsafat saja tanpa berpijak pada
dasar ilmu yang melandasinya (ilmu pasti dan ilmu alam). Akhirnya terputuslah
hubungan antara filsafat dan sains. Kemudian hubungan kedua ilmu ini kembali
lagi setelah Timur kembali mengambil sains.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu.
Islam adalah sistem yang moderat
dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan mengajaknya untuk
menganalisa dan berpikir.
Ilmu keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang
bertalian dengan agama Islam. Ilmu ini muncul sekitar abad ke-2, 3, dan 4
Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi.
Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa
yang termasuk disiplin ilmu keislaman
adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf,
hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam
Para ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang
berdasarkan dari segi sejarah, segi pembidangan atau klasifikasi, ilmu yang
berguna dan yang tak berguna, dari segi syar’iyyah dan aqliyyah, dan ada juga
dari segi sumbernya.
Penggunaan akal sangat besar pengaruhnya dalam
membahas masalah-masalah keagamaan dalam Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam
filsafat Islam tapi juga ada dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan
sains.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Edisi
Revisi , Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Abd. Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh,
Jakarta: al-Majlis al-a’ala Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972.
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Bisri M. Djaelani, Ensklopedi Islam, cet. I ,Yogyakarta:
Panji Pustaka, 2007.
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan
Alqur’an, cet. 13 Bandung: Mizan, 1996.
H. A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran
Islam, cet.1. Bandung: Mizan, 1991.
Harun Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam,
Jakarata: Bulan Bintang, 1973.
____________ , Klasifikasi Ilmu dan
Tradisi Penelitian Islam: Sebuah Perspektif, dalam: Mastuhu dan Deden
Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Bandung:
Nuansa, 1998.
Henri Marginau dan David Bergamini, The
Scientist, New York: Time Corporated, 1964.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu:
Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.
Mircea Aliade, W.C. Smith, et.all, Metodologi Studi
Agama, penerj. Ahmad Norma Permata, cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000.
Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), dikutip dari: http://opi.110mb.com/Hadits Web: Kumpulan dan Referensi Hadits disusun oleh Sofyan Efendi, 27 Maret 2006.
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun
Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995.
Yusuf Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, Jakarta:
Pustaka Al-kautsar, 1997, penerj. Setiawan Budi Utomo, LC., cet.1.
____________ , Karakteristik Islam: Kajian Analitik,
Surabaya: Risalah Gusti, 1994.
Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, MA., Filsafat Islam:
Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Referensi dari internet:
Abdullah, Nur Syamsiah, dan Syarif
Hidayatullah, Makalah Kajian-kajian Keislaman, situs: http://abdulajah.blogspot.com/2012_03_01_archive.html, diunggah Senin 16
september 2013.
http://pahangcut.blogspot.com/2012/12/landasan-dan-klasifikasi-ilmu-ilmu.html, diunggah
hari Senin, 16 September 2013
http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-ilmu.html, diunggah hari Kamis 19 September 2013.
http://pahangcut.blogspot.com/2012/12/landasan-dan-klasifikasi-ilmu-ilmu.html, diunggah hari Senin 16 September 2013.
http://bangcupang.wordpress.com/2011/05/01/klasifikasi-dan-hirarki-ilmu/, diunggah hari Senin 16
September 2013.
http://ichsandonald.blogspot.com/2012/01/klasifikasi-ilmu-dan-struktur.html, diunggah Senin 16
September 2013.
[2] http://pahangcut.blogspot.com/2012/12/landasan-dan-klasifikasi-ilmu-ilmu.html, diunggah hari Senin, 16 September 2013.
[3] Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), dikutip dari: http://opi.110mb.com/Hadits Web: Kumpulan dan Referensi Hadits disusun oleh Sofyan Efendi, 27 Maret 2006.
[6]http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-ilmu.html, diunggah hari Kamis 19 September 2013.
[7] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm. 19.
[8] http://pahangcut.blogspot.com/2012/12/landasan-dan-klasifikasi-ilmu-ilmu.html, diunggah hari Senin 16 September 2013.
[9] Lihat: Henri Marginau dan David Bergamini, The
Scientist, (New York: Time Corporated, 1964), hlm. 86-99.
[10] Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan
Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm.
3-4.
[11] Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 18.
[12] Yusuf Qardhawi, Pengantar Kajian Islam,
(Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 1997), penerj. Setiawan Budi Utomo, LC., cet.1,
hlm.15.
[13] Mircea Aliade, W.C. Smith, et.all, Metodologi Studi
Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), penerj. Ahmad Norma Permata,
cet. 1, hlm. 16.
[15] H. A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, (Bandung:
Mizan, 1991), cet.1, hlm. 50-51.
[16] Yusuf Qardhawi , Karakteristik Islam: Kajian Analitik,
(Surabaya: Risalah Gusti, 1994), hlm. 152.
[18] Harun Nasution, Klasifikasi Ilmu dan Tradisi
Peneliian Islam: Sebuah Perspektif, dalam: Mastuhu dan Deden Ridwan, Tradisi
Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, (Bandung:
Nuansa, 1998), hlm. 7-8.
[19] Abdullah,
Nur Syamsiah, dan Syarif Hidayatullah, Makalah Kajian-kajian Keislaman,
situs: http://abdulajah.blogspot.com/2012_03_01_archive.html, diunggah Senin 16 september 2013.
[20] http://bangcupang.wordpress.com/2011/05/01/klasifikasi-dan-hirarki-ilmu/, diunggah hari Senin 16 September 2013.
[21] http://ichsandonald.blogspot.com/2012/01/klasifikasi-ilmu-dan-struktur.html, diunggah
Senin 16 September 2013.
[22] Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, MA., Filsafat Islam:
Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 23, 26-30.
[23] Harun Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam, (Jakarata:
Bulan Bintang, 1973), hlm. 50-51.
[24] Abd. Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh,
(Jakarta: al-Majlis al-a’ala Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972), hlm.
11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar